Larwo (Murai Batu Jawa), Copsychus malabaricus
ssp. Javanus
Pada masa kecil saya
di Jawa Timur, saat saya hanya bisa memfavoriti emprit, manyar, kutilang, dan
termewah burung betet, saya sering mendengar bahwa ada satu burung yang ramai
dibicarakan penghobi burung, yaitu Larwo. Kata Larwo merupakan singkatan dari
“lar-e dowo” yang artinya bulunya panjang. Saya tidak terlalu memusingkan untuk
lebih jauh mencari tahu atau menginginkan untuk memilikinya karena saya beranggapan
bahwa jenis burung tersebut merupakan “mainan” orang dewasa. Akibat dari
ketidakpedulian saya tersebut, saya menjadi tidak pernah tahu seperti apa
sosoknya.
Setelah
menggeluti penangkaran murai batu, saya baru tahu bahwa larwo merupakan salah
satu sub spesies dari murai batu yang saat ini sudah menjadi langka
keberadaannya di alam. Naluri menangkar saya langsung terangsang, sehingga
terbersit sahwat saya untuk menangkarkannya dalam rangka pelestarian.
Untuk pertama
kalinya dalam hidup, saya melihat sosok murai batu asli Jawa / Larwo pada bulan
Mei 2013 lalu berkat kebaikan hati seorang sahabat dari Yogyakarta .
Larwo tersebut menurut ceritanya diperoleh dari hutan Jawa Timur, berjenis
kelamin jantan dan baru berumur 8 bulanan. Ciri-ciri persis sebagaimana yang
saya baca di berbagai artikel yang ada di internet. Tubuh kecil, bulu warna
hitam di dada sampai mendekati daerah perut dan bulu kepala jabrik saat emosi. Meski
kecil sosoknya ternyata saat ngeplong suaranya juga keras dan pedas.
Meski
nyanyiannya masih sangat jarang dilantunkan, saya sudah merasa “mongkog”
bahagia dan bangga, karena sudah ada modal awal untuk menuju ke arah
pelestarian murai batu Jawa yang sudah langka. Untuk mewujutkan proyek tersebut
masih memerlukan waktu yang tidak tentu karena sebagaimana larwo jantan, larwo betina
lebih sulit lagi untuk mendapatkannya.
Inilah sosoknya:
Mohon bantuan
Sahabat dan Saudara semua untuk mewujutkan misi ini, baik berupa informasi
keberadaan Larwo Betina atau bila ada sahabat yang memilikinya dan berniat
menghibahkannya, saya dengan bangga akan menerima kepercayaan untuk
mengembangkannya. Saya tidak akan menjual anakannya. Setelah
berkembang menjadi beberapa pasang, anakan selanjutnya setelah besar akan saya
serahkan ke pengelola taman nasional di Jawa untuk dilepasliarkan. Tujuannya
tidak lain agar si Larwo Murai Batu Jawa tidak punah dan generasi mendatang
tidak hanya mengenal namanya saja. Semoga niat saya ini mendapatkan ridho Allah
S.W.T. Amin.
Dibawah ini
beberapa artikel tentang si Larwo yang sudah ada di dunia maya untuk menambah wawasan kita:
Artikel dari http://omkicau.com/
Burung larwo,
riwayatmu kini….
Burung larwo pernah populer di
kalangan penghobi burung “jadul” di Jawa ketika burung murai batu Sumatera atau Kalimantan belum
membanjiri pasar-pasar burung Pulau Jawa dan ditangkar para penghobi burung di
Pulau Jawa.
Larwo memang identik dengan
murai batu karena dia masih satu genus dengan nama Copsychus malabaricus
ssp. javanicus (Murai Batu Jawa). Jadi salah kalau ada yang mengartikan
bahwa larwo berbeda dari murai batu.
Pada beberapa tahun lalu, burung
ini masih banyak terlihat di sekitar hutan-hutan di pegunungan di Pulau Jawa.
Habitat larwo mulai dari Ujung Kulon sampai Gunung Kidul dan beberapa tempat
lainnya.
Penangkapan dan pembabatan hutan
yang terus berlangsung, menjadikan burung ini lambat laun menghilang. Pada saat
yang sama, tidak ada upaya penangkaran burung larwo.
Ciri-siri khusus
Sepintas tidak ada perbedaan
mencolok antara larwo ini dengan murai batu jenis lain asal daerah Sumatera
ataupun Kalimantan . Namun kalau kita
perhatikan dengan seksama akan jelas perbedaannya yaitu ukuran tubuhnya yang
lebih kecil dari murai batu Sumatera dan juga batas garis dada yang berwarna
hitam yang berakhir di perutnya. Sementara murai batu Sumatera dan Kalimantan rata-rata batas hitamnya sampai bagian dada
saja.
Perbedaan lainnya adalah
performa ketika bersuara, yakni bulu-bulu di kepalanya akan berdiri seperti
jambul.
Penggalan
artikel dari http://singbird-collection.blogspot.com/
Larwo (Murai
Batu Jawa),
Copsychus
malabaricus ssp. Javanus
burung ini, pada
masa dahulu pernah mengalami masa jaya, hidup bebas di alam pulau Jawa. Tetapi
pada beberapa tahun terakhir ini, populasi burung ini bisa dikatakan nyaris
punah. Bahkan tidak diketahui apakah burung ini masih ada atau tidak.
Perburuan terhadap
burung ini, karena dahulu burung ini termasuk burung yang disukai oleh
penggemar burung. Sehingga perburuan yang tidak terkendali menyebabkan burung
ini terancam kehidupannya di alam liar. Selain itu akibat perusakan hutan,
karena pelebaran areal perkebunan, maupun pelebaran areal pertanian masyarakat
pulau Jawa yang semakin bertambah. Habitat burung ini terganggu dan habitat
kesukaannya hilang, menyebabkan burung ini harus bersarang di tempat-tempat
yang tidak disukainya. Akibatnya perkembangbiakan burung ini di alam tidak
berjalan dengan baik.
Populasi burung
Larwo ini, diperkirakan hanya tinggal belasan ekor saja.
Terakhir ditemukan burung ini pada tahun 2001 di Jawa Tengah, tinggal beberapa ekor saja. Setelah itu hingga saat ini tidak pernah ditemukan lagi. Apakah burung ini sudah punah ?
Terakhir ditemukan burung ini pada tahun 2001 di Jawa Tengah, tinggal beberapa ekor saja. Setelah itu hingga saat ini tidak pernah ditemukan lagi. Apakah burung ini sudah punah ?
Copsychus malabaricus
javanus (Kloss, 1921) male RMNH.AVES.129567
Creator: Verbeek, F.A.Th.H.
Geographic
coverage: M. Java, Res.
Rembang Randoeblatoeng
Date: [1927]
Type: specimen
skin
Subject: male; Copsychus
malabaricus javanus (Kloss, 1921)
Identifier: RMNH.AVES.129567
Rights: Images
copyright NCB Naturalis
Data
provider: Netherlands
Centre for Biodiversity Naturalis
Provider: STERNA
Providing
country: Netherlands
dari forum http://www.kicaumania.or.id/ yang diposting oleh suwarno71 pada 9 Maret 2012
Terimakasih untuk moderator yang sudah membuka kembali thread ini.
Saya hanya akan menegaskan agar kita mempunyai asumsi yang sama tentang sosok atau ciri-ciri burung Larwo (Copsychus malabaricus javanus) agar tidak saling mendebatkan suatu burung yang wujudnya sama sekali belum pernah dilihat oleh kita. Sehingga cerita-cerita tentang Larwo menjadi suatu "Legenda" saja. Atau mungkin mendebatkan suatu burung yang sebenarnya sudah pernah kita lihat bersama tetapi kurang landasan pengetahuan tentang burung tersebut.
Istilah Larwo adalah sebutan masyarakat lokal di Jawa atau Pulau Jawa untuk jenis burung Murai Batu (Copsychus malabaricus). Seiring dengan perkembangan zaman, populasi Larwo-pun berangsur-angsur mulai sedikit dan langka. Hal ini disebabkan karena eksploitasi dari masyarakat untuk diperdagangkan dan alih fungsi hutan (lahan) sebagai habitat Larwo karena berbagai macam sebab, termasuk proses seleksi alam. Untuk mengatasi ketersediaan larwo di Pasar, banyak para pedagang yang kemudian mendatangkan dari luar pulau jawa. Sampai akhirnya justru malah sampai sekarang mendominasi di pasaran.
Tentang keberadaan Larwo sendiri tidak jelas sampai sekarang, apakah masih ada atau tidak. Tetapi yang jelas lembaga-lembaga penelitian kehutanan tidak pernah membuat suatu laporan tentang ditemukannya spesies Larwo di hutan-hutan di Pulau Jawa. Satu-satunya penelitian yang ada, yang membuktikan bahwa spesies Larwo pernah hidup di tanah Jawa adalah penelitian oleh ilmuan asal Belanda, Kloss pada tahuan 1921.
Dokumen-dokumen penelitian tentang Larwo sekarang ini masih tersimpan di Ruksmuseum van Natuurlijke Historie, di Leiden. Berikut adalah data-data dimaksud:
Larwo yang ditemukan di Semarang
Larwo Yang ditemukan di Rembang
Larwo yang ditemukan di Randublatung (Blora)
Larwo yang ditemukan di Gedangan
Larwo yang ditemukan di Cepu
Foto-foto Larwo diatas merepresentasikan bahwa di Pulau Jawa pun ada berbagai jenis spesies Larwo. Larwo yang ditemukan di Semarang secara fisiologis mirip dengan Murai Batu Nias (Ekor hitam). Jika melihat dari foto-foto tersebut (dengan background kawat ayakan pasir yang mempunyai diameter per kotaknya sekitar 1 cm, maka panjang rata-rata Larwo adalah 20 cm (diukur dari ujung paruh sampai ekor). Sedangkan panjang rata-rata ekor berkisar 10 cm, dan panjang badan sekitar 8 cm.
Data-data inilah yang dapat dijadikan pedoman tentang ciri-ciri Larwo. Tetapi jika ada rekan-rekan yang meyakini mempunyai Larwo dalam perpekstif yang lain monggo di share.
Mudah-mudahan informasi ini dapat membantu. Terima kasih
Terimakasih untuk moderator yang sudah membuka kembali thread ini.
Saya hanya akan menegaskan agar kita mempunyai asumsi yang sama tentang sosok atau ciri-ciri burung Larwo (Copsychus malabaricus javanus) agar tidak saling mendebatkan suatu burung yang wujudnya sama sekali belum pernah dilihat oleh kita. Sehingga cerita-cerita tentang Larwo menjadi suatu "Legenda" saja. Atau mungkin mendebatkan suatu burung yang sebenarnya sudah pernah kita lihat bersama tetapi kurang landasan pengetahuan tentang burung tersebut.
Istilah Larwo adalah sebutan masyarakat lokal di Jawa atau Pulau Jawa untuk jenis burung Murai Batu (Copsychus malabaricus). Seiring dengan perkembangan zaman, populasi Larwo-pun berangsur-angsur mulai sedikit dan langka. Hal ini disebabkan karena eksploitasi dari masyarakat untuk diperdagangkan dan alih fungsi hutan (lahan) sebagai habitat Larwo karena berbagai macam sebab, termasuk proses seleksi alam. Untuk mengatasi ketersediaan larwo di Pasar, banyak para pedagang yang kemudian mendatangkan dari luar pulau jawa. Sampai akhirnya justru malah sampai sekarang mendominasi di pasaran.
Tentang keberadaan Larwo sendiri tidak jelas sampai sekarang, apakah masih ada atau tidak. Tetapi yang jelas lembaga-lembaga penelitian kehutanan tidak pernah membuat suatu laporan tentang ditemukannya spesies Larwo di hutan-hutan di Pulau Jawa. Satu-satunya penelitian yang ada, yang membuktikan bahwa spesies Larwo pernah hidup di tanah Jawa adalah penelitian oleh ilmuan asal Belanda, Kloss pada tahuan 1921.
Dokumen-dokumen penelitian tentang Larwo sekarang ini masih tersimpan di Ruksmuseum van Natuurlijke Historie, di Leiden. Berikut adalah data-data dimaksud:
Larwo yang ditemukan di Semarang
Larwo Yang ditemukan di Rembang
Larwo yang ditemukan di Randublatung (Blora)
Larwo yang ditemukan di Gedangan
Larwo yang ditemukan di Cepu
Foto-foto Larwo diatas merepresentasikan bahwa di Pulau Jawa pun ada berbagai jenis spesies Larwo. Larwo yang ditemukan di Semarang secara fisiologis mirip dengan Murai Batu Nias (Ekor hitam). Jika melihat dari foto-foto tersebut (dengan background kawat ayakan pasir yang mempunyai diameter per kotaknya sekitar 1 cm, maka panjang rata-rata Larwo adalah 20 cm (diukur dari ujung paruh sampai ekor). Sedangkan panjang rata-rata ekor berkisar 10 cm, dan panjang badan sekitar 8 cm.
Data-data inilah yang dapat dijadikan pedoman tentang ciri-ciri Larwo. Tetapi jika ada rekan-rekan yang meyakini mempunyai Larwo dalam perpekstif yang lain monggo di share.
Mudah-mudahan informasi ini dapat membantu. Terima kasih