Selasa, 25 Juni 2013

LARWO (MURAI BATU JAWA)

Larwo (Murai Batu Jawa), Copsychus malabaricus ssp. Javanus

Pada masa kecil saya di Jawa Timur, saat saya hanya bisa memfavoriti emprit, manyar, kutilang, dan termewah burung betet, saya sering mendengar bahwa ada satu burung yang ramai dibicarakan penghobi burung, yaitu Larwo. Kata Larwo merupakan singkatan dari “lar-e dowo” yang artinya bulunya panjang. Saya tidak terlalu memusingkan untuk lebih jauh mencari tahu atau menginginkan untuk memilikinya karena saya beranggapan bahwa jenis burung tersebut merupakan “mainan” orang dewasa. Akibat dari ketidakpedulian saya tersebut, saya menjadi tidak pernah tahu seperti apa sosoknya.

Setelah menggeluti penangkaran murai batu, saya baru tahu bahwa larwo merupakan salah satu sub spesies dari murai batu yang saat ini sudah menjadi langka keberadaannya di alam. Naluri menangkar saya langsung terangsang, sehingga terbersit sahwat saya untuk menangkarkannya dalam rangka pelestarian.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya melihat sosok murai batu asli Jawa / Larwo pada bulan Mei 2013 lalu berkat kebaikan hati seorang sahabat dari Yogyakarta. Larwo tersebut menurut ceritanya diperoleh dari hutan Jawa Timur, berjenis kelamin jantan dan baru berumur 8 bulanan. Ciri-ciri persis sebagaimana yang saya baca di berbagai artikel yang ada di internet. Tubuh kecil, bulu warna hitam di dada sampai mendekati daerah perut dan bulu kepala jabrik saat emosi. Meski kecil sosoknya ternyata saat ngeplong suaranya juga keras dan pedas.

Meski nyanyiannya masih sangat jarang dilantunkan, saya sudah merasa “mongkog” bahagia dan bangga, karena sudah ada modal awal untuk menuju ke arah pelestarian murai batu Jawa yang sudah langka. Untuk mewujutkan proyek tersebut masih memerlukan waktu yang tidak tentu karena sebagaimana larwo jantan, larwo betina lebih sulit lagi untuk mendapatkannya.

Inilah sosoknya:





Mohon bantuan Sahabat dan Saudara semua untuk mewujutkan misi ini, baik berupa informasi keberadaan Larwo Betina atau bila ada sahabat yang memilikinya dan berniat menghibahkannya, saya dengan bangga akan menerima kepercayaan untuk mengembangkannya. Saya tidak akan menjual anakannya. Setelah berkembang menjadi beberapa pasang, anakan selanjutnya setelah besar akan saya serahkan ke pengelola taman nasional di Jawa untuk dilepasliarkan. Tujuannya tidak lain agar si Larwo Murai Batu Jawa tidak punah dan generasi mendatang tidak hanya mengenal namanya saja. Semoga niat saya ini mendapatkan ridho Allah S.W.T. Amin. 

Dibawah ini beberapa artikel tentang si Larwo yang sudah ada di dunia maya untuk menambah wawasan kita:

Artikel dari http://omkicau.com/

Burung larwo, riwayatmu kini….

Burung larwo pernah populer di kalangan penghobi burung “jadul” di Jawa ketika burung murai batu Sumatera atau Kalimantan belum membanjiri pasar-pasar burung Pulau Jawa dan ditangkar para penghobi burung di Pulau Jawa.
Larwo memang identik dengan murai batu karena dia masih satu genus dengan nama Copsychus malabaricus ssp. javanicus (Murai Batu Jawa). Jadi salah kalau ada yang mengartikan bahwa larwo berbeda dari murai batu.
Pada beberapa tahun lalu, burung ini masih banyak terlihat di sekitar hutan-hutan di pegunungan di Pulau Jawa. Habitat larwo mulai dari Ujung Kulon sampai Gunung Kidul dan beberapa tempat lainnya.
Penangkapan dan pembabatan hutan yang terus berlangsung, menjadikan burung ini lambat laun menghilang. Pada saat yang sama, tidak ada upaya penangkaran burung larwo.
Ciri-siri khusus
Sepintas tidak ada perbedaan mencolok antara larwo ini dengan murai batu jenis lain asal daerah Sumatera ataupun Kalimantan. Namun kalau kita perhatikan dengan seksama akan jelas perbedaannya yaitu ukuran tubuhnya yang lebih kecil dari murai batu Sumatera dan juga batas garis dada yang berwarna hitam yang berakhir di perutnya. Sementara murai batu Sumatera dan Kalimantan rata-rata batas hitamnya sampai bagian dada saja.
Perbedaan lainnya adalah performa ketika bersuara, yakni bulu-bulu di kepalanya akan berdiri seperti jambul.


Ciri ciri khusus murai batu jawa
Suara burung ini mirip dengan burung murai batu jenis lainnya. Beberapa kicau mania menyebutkan bahwa suaranya kurang variatif tapi ada juga yang menyebutkan bahwa suaranya hampir sama dengan murai batu lainnya (variatif).
Menurut saya, sebagaimana penentuan “kualitas” burung murai batu secara umum, ada pada karakter dari burung itu sendiri. Jika ada yang mengatakan burung larwo bersuara variatif atau sebaliknya, hal itu tergantung karakter burung dan tentu saja perawatan dan pemasteran jika burung itu ada dalam pemeliharaan tangan manusia.
Sebagaimana disebutkan pada awal artikel ini, keberadaan larwo sudah jarang dan di hutan-hutan Pulau Jawa juga sudah nyaris punah. Dengan demikian, sangat diharapkan adanya upaya penangkaran terhadap larwo demi pelestariannya. (*)


Larwo (Murai Batu Jawa),
Copsychus malabaricus ssp. Javanus
burung ini, pada masa dahulu pernah mengalami masa jaya, hidup bebas di alam pulau Jawa. Tetapi pada beberapa tahun terakhir ini, populasi burung ini bisa dikatakan nyaris punah. Bahkan tidak diketahui apakah burung ini masih ada atau tidak.

Perburuan terhadap burung ini, karena dahulu burung ini termasuk burung yang disukai oleh penggemar burung. Sehingga perburuan yang tidak terkendali menyebabkan burung ini terancam kehidupannya di alam liar. Selain itu akibat perusakan hutan, karena pelebaran areal perkebunan, maupun pelebaran areal pertanian masyarakat pulau Jawa yang semakin bertambah. Habitat burung ini terganggu dan habitat kesukaannya hilang, menyebabkan burung ini harus bersarang di tempat-tempat yang tidak disukainya. Akibatnya perkembangbiakan burung ini di alam tidak berjalan dengan baik.

Populasi burung Larwo ini, diperkirakan hanya tinggal belasan ekor saja.
Terakhir ditemukan burung ini pada tahun 2001 di Jawa Tengah, tinggal beberapa ekor saja. Setelah itu hingga saat ini tidak pernah ditemukan lagi. Apakah burung ini sudah punah ?


Copsychus malabaricus javanus (Kloss, 1921) male RMNH.AVES.129567

Creator: Verbeek, F.A.Th.H.
Geographic coverage: M. Java, Res. Rembang Randoeblatoeng
Date: [1927]
Type: specimen skin
Subject: male; Copsychus malabaricus javanus (Kloss, 1921)
Identifier: RMNH.AVES.129567
Rights: Images copyright NCB Naturalis
Data provider: Netherlands Centre for Biodiversity Naturalis
Provider: STERNA
Providing country: Netherlands





dari forum http://www.kicaumania.or.id/ yang diposting oleh suwarno71 pada 9 Maret 2012

Terimakasih untuk moderator yang sudah membuka kembali thread ini. 



Saya hanya akan menegaskan agar kita mempunyai asumsi yang sama tentang sosok atau ciri-ciri burung Larwo (Copsychus malabaricus javanus) agar tidak saling mendebatkan suatu burung yang wujudnya sama sekali belum pernah dilihat oleh kita. Sehingga cerita-cerita tentang Larwo menjadi suatu "Legenda" saja. Atau mungkin mendebatkan suatu burung yang sebenarnya sudah pernah kita lihat bersama tetapi kurang landasan pengetahuan tentang burung tersebut.


Istilah Larwo adalah sebutan masyarakat lokal di Jawa atau Pulau Jawa untuk jenis burung Murai Batu (Copsychus malabaricus). Seiring dengan perkembangan zaman, populasi Larwo-pun berangsur-angsur mulai sedikit dan langka. Hal ini disebabkan karena eksploitasi dari masyarakat untuk diperdagangkan dan alih fungsi hutan (lahan) sebagai habitat Larwo karena berbagai macam sebab, termasuk proses seleksi alam. Untuk mengatasi ketersediaan larwo di Pasar, banyak para pedagang yang kemudian mendatangkan dari luar pulau jawa. Sampai akhirnya justru malah sampai sekarang mendominasi di pasaran.

Tentang keberadaan Larwo sendiri tidak jelas sampai sekarang, apakah masih ada atau tidak. Tetapi yang jelas lembaga-lembaga penelitian kehutanan tidak pernah membuat suatu laporan tentang ditemukannya spesies Larwo di hutan-hutan di Pulau Jawa. Satu-satunya penelitian yang ada, yang membuktikan bahwa spesies Larwo pernah hidup di tanah Jawa adalah penelitian oleh ilmuan asal Belanda, Kloss pada tahuan 1921.

Dokumen-dokumen penelitian tentang Larwo sekarang ini masih tersimpan di Ruksmuseum van Natuurlijke Historie, di Leiden. Berikut adalah data-data dimaksud:



Larwo yang ditemukan di Semarang




Larwo Yang ditemukan di Rembang




Larwo yang ditemukan di Randublatung (Blora)




Larwo yang ditemukan di Gedangan




Larwo yang ditemukan di Cepu



Foto-foto Larwo diatas merepresentasikan bahwa di Pulau Jawa pun ada berbagai jenis spesies Larwo. Larwo yang ditemukan di Semarang secara fisiologis mirip dengan Murai Batu Nias (Ekor hitam). Jika melihat dari foto-foto tersebut (dengan background kawat ayakan pasir yang mempunyai diameter per kotaknya sekitar 1 cm, maka panjang rata-rata Larwo adalah 20 cm (diukur dari ujung paruh sampai ekor). Sedangkan panjang rata-rata ekor berkisar 10 cm, dan panjang badan sekitar 8 cm.

Data-data inilah yang dapat dijadikan pedoman tentang ciri-ciri Larwo. Tetapi jika ada rekan-rekan yang meyakini mempunyai Larwo dalam perpekstif yang lain monggo di share.

Mudah-mudahan informasi ini dapat membantu. Terima kasih